Serial Diskusi Integrasi Ilmu Program Studi Kimia

Covid-19: Konspirasi atau Qadha Allah SWT. Ditinjau dari Aspek Biologi Molekular

Jakarta. Berangkat dari perdebatan tentang Covid-19. Dua argumen saling bersahutan, yaitu anggapan covid-19 sebagai kondisi alamiah ataukah hasil rekayasa. Argumen yang cenderung menjadi debat kusir jika tidak disikapi dengan proporsional. Sebagai bagian dari masyarakat ilmiah, program studi kimia mencoba membuka ruang diskusi yang mengintegrasikan berbagai kajian keilmuan. Kegiatan dilaksanakan masih dalam suasana physical distancing dan memanfaatkan platform zoom meeting pada hari Kamis, 6 Mei 2020.

Diskusi yang dihadirkan berjudul “Covid-19: Konspirasi atau Qadha Allah SWT. Ditinjau dari Aspek Biologi Molekular”. Sebagai narasumber adalah Ahmad Rusjdan Utomo, Ph.D, peneliti dari Stem Cell and Cancer Institute dan dimoderatori oleh La Ode Sumarlin, M.Si. Kegiatan berlangsung dari pukul 15.00 – 17.00 WIB.

Pembahasan didasarkan pada dua titik tolak, yaitu dari al-Quran dan pendekatan biologi molekular. Ditekankan di awal diskusi bahwa posisi al-quran adalah sebagai “book of sign, not science”. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya pendekatan ilmiah yang sesuai, salah satunya adalah biologi molekular.

Ketika berbicara tentang aspek ilmiah, seorang ilmuan harus berpegang pada prinsip pembuktian. Hal ini sejalan dengan potongan ayat ke 111 dari alquran surat al baqoroh.

قُلْ هَاتُوا۟ بُرْهَٰنَكُمْ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ

“Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”.

Secara biologi molekular, dapat diketahui bahwa covid-19 memiliki sifat yang spesifik dan terbukti keberadaannya. Yang menjadi berikutnya adalah apakah covid-19 muncul secara alami ataukah hasil rekayasa.

Pendapat yang menyatakan bahwa covid adalah hasil rekayasa disampaikan oleh Luc Montagnier, seorang ilmuan dari Prancis. Walaupun, hal ini disanggah oleh ilmuan Prancis lainnya. Sanggahan didasarkan pada data yang telah terverifikasi oleh banyak laboratorium independen. Hingga kemudian muncul beberapa artikel yang membahas kesamaan covid-19 dengan HIV yang mendukung dugaan rekayasa covid-19 dalam usaha menemukan vaksin HIV. Yang kemudian dibantah lagi dengan temuan bahwa covid-19 tidak memiliki jejak rekayasa genetik.

Efek paling besar dari perdebatan ini dapat dilihat dari fenomena yang terjadi di USA. Dimana muncul kelompok yang menolak phisical distancing dan menuntut dibukanya semua akses seperti biasa. Hal ini mengakibatkan peningkatan kasus covid-19 yang sangat signifikan di USA.

Pada akhirnya, meskipun teori konspirasi tentang covid-19 masih terus berkembang. Kita sebagai masyarakat ilmiah harus tetap proporsional dalam bersikap. Phisical distancing merupakan suatu keniscayaan dalam usaha mencegah penyebaran covid-19. (AFT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *