[Kuliah Tamu] Inorganic Chemistry: Exploring the colorful world of chemistry

Mata kuliah Logam Transisi dan Kimia Koordinasi (LTKK) pertama kali menyelenggarakan kuliah tamu secara daring dengan mengundang narasumber luar (13/7). Pada kesempatan ini, bapak Cristian Marvelous, Ph.D sebagai peneliti di Antec Scientific, mengisi kuliah selama kurang lebih 90 menit mengenai metode sintesis senyawa koordinasi antikanker. Kegiatan ini dihadiri oleh 80 mahasiswa semester 4 yang sedang mengambil mata kuliah LTKK, serta beberapa perwakilan dosen prodi kimia FST UIN Jakarta.    

Materi dibuka dengan pengenalan Prof. Moungi Bawendi sebagai penerima nobel prize tahun 2023, yang mengembangkan penelitian mengenai material nanoteknologi quantum dots. Saat ini quantum dot digunakan salah satunya sebagai komponen penghasil warna ditelevisi (QLED TV). Ragam warna dikimia anorganik membawa narasumber menjelah negara eropa, yaitu university of Groningen, University of Leiden, hingga sekarang berdomisi di Leiden, the Netherland.

Material pertama yang disintesis saat penelian s1-nya yaitu senyawa kobalt (II) mannich sebagai antikanker. Pada penelitian tersebut, ligan suksinida metoksibenzaldehid (SMBU) disintesis dengan metode MAOS (microwave assisted organic syntesis) kemudian dikompleksasi dengan ion logam Co(II) dengan perbandingan 1:1. Hasil ligan dan senyawa kompleks yang diperoleh dikarakterisasi secara kualitatif dan kuantitatif, diantaranya menggunakan H-NMR, FTIR, UV-Vis, ESI-MS, dan sebagainya.

Senyawa yang dihasilkan diuji bioaktivitasnya dengan plasmid DNA secara elektroforesis untuk mengetahui bilamana pada konsentrasi tertentu senyawa kompleks mampu memotong plasmid DNA. Hasilnya menunjukan potensi senyawa sebagai antikanker optimum pada 25 mM.

Sebagai mana kita tahu, kanker masih merupakan penyakit kronis yang masih terus dikembangkan metode pengobatannya agar harapan hidup pasien bisa meningkat. Salah satu metode pengobatannya adalah dengan kemoterapi senyawa kompleks, seperti cisplatin [Pt(Cl)2(NH3)2]. Selain kemoterapi tradisional, saat ini tengah dikembangkan juga kemoterapi modern, PDT dan PACT. Prinsipnya, dengan adanya cahaya, senyawa kompleks yang telah dimasukkan ke dalam tubuh dapat dipisahkan menjadi ligan dan logamnya sehingga secara aktif dan terarah hanya menyerang pada sel kanker. Penelitian kedua yang dilakukan di University of Groningen membahas material nanopartikel besi oksida. Nanopartikel besi oksida merupakan molekul pembawa obat, agen diagnostik, serta teranostik yang bersifat magnetik. Ukuran, bentuk, stabilitas serta karakteristik permukaan nanopartikel sangat mempengaruhi daya serapnya oleh sel tubuh. Modifikasi nanopartikel besi oksida dengan dilapisi emas diharapkan dapat melindungi sifat magnetik, lebih tahan oksidasi, biokompatibel, bersifat plasmonik, serta lebih mudah difungsionalisasi.

Nanopartikel besi oksida disintesis dengan mikroemulsi dan kopresipitasi, sementara gold coated dilakukan dengan metode reduksi sitrat. Nanopartikel besi oksida terlapis emas hasil sintesis diuji secara in vitro terhadap sel kanker servik (HeLa) dan sel kanker payudara (MCF-7). Masuknya nanopartikel ke dalam sel, terindikasi dari adanya bercak hijau baik pada sel HeLa maupun sel MCF-7, sehingga dapat disimpulkan sel dapat menangkap nanopartikel. Uji toksisitas menunjukkan pelapisan emas dapat menurunkan toksisitas jika dibandingkan hanya besi oksida saja, yaitu hingga 250 mg/mL.

Sebagai penutup, narasumber menjelaskan bagaimana perubahan ligan, pelarut, pH juga temperature sangat mempengaruhi formasi senyawa kompleks Co (II) menjadi Co (III). Pendekatan analisis dilakukan menggunakan DFT untuk mengidentifikasi energi splitting setiap orbital. (YNA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *