Kuliah Umum – Optimasi Turunan Tiourea untuk Aktivitas Antikanker melalui Studi In Silico dan In Vitro

Ciputat, 28 Juli 2025 – Jurnal Kimia Valensi kembali menyelenggarakan kuliah umum terbuka dengan tema “Optimasi Turunan Tiourea untuk Aktivitas Antikanker melalui Studi In Silico dan In Vitro.” Acara ini menghadirkan narasumber utama Prof. Dr. Ruswanto, M.Si., dosen dan peneliti kimia farmasi dari Universitas Bakti Tunas Husada, serta dimoderatori oleh Tarso Rudiana, M.Si. selaku tim redaksi Jurnal Kimia Valensi.

Kuliah umum ini bertujuan untuk memperkenalkan metode modern dalam pencarian senyawa antikanker baru berbasis tiourea—senyawa turunan urea yang dikenal memiliki aktivitas biologis luas, termasuk sebagai antikanker, antivirus, dan antimikroba. Dalam presentasinya, Prof. Ruswanto menekankan pentingnya pendekatan terintegrasi yang menggabungkan in silico (komputasi) dan in vitro (eksperimen seluler) dalam tahap awal penemuan obat. Pendekatan ini bukan hanya mempercepat proses, tetapi juga mampu menghemat biaya dan sumber daya dalam penelitian farmasi.

Latar Belakang: Kebutuhan Mendesak Akan Agen Antikanker Baru

Kanker masih menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia, termasuk di Indonesia, dengan lebih dari 400 ribu kasus baru setiap tahunnya. Meskipun kemoterapi masih menjadi andalan dalam pengobatan kanker, terapi ini memiliki banyak kelemahan, seperti efek samping yang berat, resistansi sel kanker, dan kurangnya selektivitas terhadap sel sehat. Oleh karena itu, pengembangan obat baru yang lebih selektif, efektif, dan minim toksisitas menjadi sangat penting.

Dalam konteks ini, tiourea menjadi kerangka kimia yang menjanjikan. Struktur kimianya yang lebih lipofilik dibanding urea memungkinkan penetrasi sel yang lebih baik. Salah satu senyawa yang menjadi fokus penelitian adalah 1-benzoyl-3-metiltiourea, yang telah terbukti memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa. Senyawa ini kemudian dijadikan sebagai senyawa induk untuk dimodifikasi menggunakan pendekatan Topliss.

Pendekatan In Silico: Seleksi Rasional Senyawa Potensial

Tahap awal penelitian dilakukan secara in silico, yaitu melalui prediksi sifat fisikokimia, farmakokinetik (ADME), toksisitas, serta interaksi dengan target protein. Semua senyawa turunan diuji kelayakannya berdasarkan aturan Lipinski, dan hasilnya menunjukkan bahwa seluruh senyawa memenuhi kriteria sebagai kandidat obat oral.

Simulasi molecular docking kemudian dilakukan terhadap enzim target ribonucleotide reductase (RR)—enzim kunci dalam sintesis DNA yang menjadi sasaran banyak agen antikanker. Beberapa senyawa turunan tiourea menunjukkan afinitas ikatan (nilai ∆G) lebih kuat daripada hidroksiurea, obat antikanker yang umum digunakan. Hal ini mengindikasikan potensi tinggi dari senyawa hasil modifikasi.

Prediksi aktivitas biologis menggunakan perangkat lunak PASS online menunjukkan bahwa seluruh senyawa memiliki nilai probabilitas aktif (Pa) dalam rentang 0,5–0,8 terhadap enzim SIRT1 dan RR, yang menandakan bahwa senyawa-senyawa tersebut layak untuk diuji lebih lanjut secara in vitro.

Pengujian In Vitro: Validasi Eksperimental Senyawa Potensial

Setelah lulus seleksi in silico, senyawa-senyawa terpilih disintesis menggunakan metode Schotten–Baumann, dan dikarakterisasi dengan berbagai teknik spektroskopi. Uji aktivitas biologis dilakukan menggunakan metode MTT terhadap empat jenis sel kanker: T47D (payudara), MCF-7 (payudara), HeLa (serviks), dan WiDr (kolon).

Hasil uji menunjukkan bahwa senyawa 1-(4-t-butilbenzoyl)-3-metiltiourea memiliki aktivitas tertinggi terhadap tiga sel kanker, yaitu T47D, WiDr, dan HeLa. Sementara itu, senyawa 1-(3,5-dinitrobenzoyl)-3-metiltiourea lebih efektif terhadap sel MCF-7. Nilai IC₅₀ yang dihasilkan menunjukkan potensi antikanker yang lebih baik dibanding hidroksiurea sebagai kontrol.

Selanjutnya, dari tiga senyawa hasil desain baru, senyawa 1-(4-heptilbenzoyl)-3-metiltiourea menunjukkan aktivitas sitotoksik terbaik terhadap sel T47D dengan nilai IC₅₀ aktual hanya 27,9 µg/mL, mengungguli dua senyawa lain. Hal ini membuktikan bahwa modifikasi struktur dengan substituen alkil panjang (heptil) dapat meningkatkan afinitas terhadap target dan potensi antikanker secara nyata.

Namun, tidak semua prediksi in silico sesuai dengan realitas. Senyawa yang sebelumnya diprediksi sangat aktif berdasarkan model QSAR, ternyata menunjukkan aktivitas biologis yang rendah dalam uji aktual. Hal ini menegaskan pentingnya validasi eksperimental dan pembaruan model prediksi secara berkala.

Implikasi QSAR dan Rekomendasi Strategi Desain Senyawa

Studi QSAR yang dilakukan menunjukkan bahwa deskriptor elektronik dan sterik berperan penting dalam menentukan aktivitas biologis senyawa. Gugus substituen seperti NO₂, OCH₃, dan F yang ditempatkan pada posisi para atau meta dari cincin aromatik memiliki dampak signifikan terhadap kekuatan ikatan senyawa dengan enzim target. Oleh karena itu, pengembangan lebih lanjut harus mempertimbangkan penambahan gugus electron-donating atau electron-withdrawing yang optimal pada posisi strategis untuk meningkatkan potensi antikanker.

Studi ini juga membuka jalan bagi penemuan senyawa antikanker baru berbasis tiourea dengan pendekatan rasional. Kombinasi teknologi komputasi, sintesis kimia, dan pengujian biologis menjadi pendekatan yang efisien dalam mengurangi trial and error dalam penemuan obat.

Simpulan dan Rekomendasi

Kuliah umum yang diselenggarakan oleh Jurnal Kimia Valensi ini berhasil menunjukkan bagaimana pendekatan terintegrasi antara studi in silico dan in vitro dapat digunakan secara efektif untuk mengoptimasi senyawa turunan tiourea sebagai agen antikanker. Dari seluruh hasil yang dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Terdapat hubungan yang signifikan antara hasil studi in silico dan uji in vitro terhadap senyawa turunan tiourea sebagai kandidat antikanker. Pendekatan komputasi seperti QSAR dan molecular docking terbukti mampu memprediksi kecenderungan aktivitas biologis senyawa sebelum dilakukan pengujian biologis langsung.
  2. Tiga senyawa usulan hasil desain menunjukkan nilai IC₅₀ yang lebih rendah dibandingkan senyawa awal, terutama terhadap sel kanker T47D. Hal ini mengindikasikan bahwa modifikasi struktur kimia yang dilakukan secara rasional berdasarkan analisis QSAR dan docking mampu meningkatkan potensi aktivitas antikanker dari senyawa turunan tiourea.
  3. Data QSAR menunjukkan bahwa keberadaan substituen pada cincin aromatik, seperti gugus nitro (NO₂), metoksi (OCH₃), dan fluoro (F), sangat memengaruhi aktivitas senyawa, baik dari sisi elektronik maupun sterik. Oleh karena itu, disarankan untuk memprioritaskan modifikasi struktur pada gugus aromatik dengan menambahkan substituen electron-donating atau electron-withdrawing pada posisi para atau meta guna meningkatkan afinitas senyawa terhadap target enzim dan efektivitas biologisnya.

Dengan hasil yang menjanjikan ini, penelitian lanjutan disarankan untuk mengevaluasi senyawa-senyawa tersebut dalam skala yang lebih besar, termasuk uji in vivo dan analisis toksikologi mendalam, guna mendukung pengembangan obat antikanker berbasis tiourea yang lebih efektif dan aman di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *